Selasa, 29 November 2011

MELATIKU, HARUMAN TAMAN SYURGA


Ketika itu, usia Onny sekitar 4 tahun. Pada suatu malam yang sunyi. Hanya ada suara jangkrik memecah keheningan malam. Onny dan kakaknya asyik bermain boneka yang di belikan ibunya dua minggu yang lalu. Sesekali nenek tersenyum melihat keasyikan mereka bermain sambil membuat anyaman tikar. Nenek Onny sangat terampil membuat anyaman tikar. Hasilnya sangat rapi. Banyak orang sekitar yang memesan tikar pada nenek. Wajah-wajah mereka yang polos, senyum mereka yang tulus, canda dan tawa mereka yang ceria meski jauh dari ayah ibunya, yang memotivasi nenek untuk bekerja keras membuat anyaman tikar dari daun pandan. Iya, wajah ayah dan ibunya nyaris tak pernah Onny lihat semasa Onny kecil. Karena ayah ibu Onny selalu pergi dan pergi lagi keluar kota untuk bisa mempertahankan hidup anak-anaknya. Kalau toh mereka pulang, Onny tak sempat melihat wajah mereka. Karena mereka pulang ketika Onny telah terlelap. Dan pergi lagi ketika dini hari. Bagi Onny, nenek dan kakek Onny adalah orang tuanya. Nenek yang yang hebat, yang hari-harinya bergelut dengan duri-duri daun pandan. Yang terkadang duri-duri itu menyayat kulitnya yang tipis dan kering. Namun sama sekali tidak ia rasakan. Kakek yang perkasa yang hari-hari bersahabat dengan pohon kelapa. Tingginya pohon kelapa adalah kebanggaannya ketiaka ia berada di puncaknya. Dengan penuh semangat, kakek memetik butir-butir buah kelapa.

Onny kecil tumbuh menjadi anak periang. Hari-harinya penuh dengan keceriaan. Kaki-kakinya yang kecil mungil telah dilatih oleh neneknya untuk berjalan jauh, berliku dan menanjak menuju kebun cengkih sang nenek. Sesekali Onny kecapekan, nenek menggendongnya. Terkadang juga kakek yang menggendongnya. Sesampai di kebun cengkih, kakek dan nenek mengajarinya memanjat pohon-pohon cengkih itu. Pohon-pohon cengkih yang masih kecil dipanjat Onny. Kadang-kadang nenek dan kakek menangkap laba-laba untuk dijadikan mainan. Onny sangat asyik bermain laba-laba. Kakek dan nenek yang kreatif juga membuatkan Onny tangga dan menata papan kayu di sebuah pohon cengkih yang besar dan rimbun. Onny pun memanjatnya dan bermain di situ hingga akhirnya Onny terlelap di atas pohon cengkih besar itu.

Umur lima tahun, Onny kecil masuk TK. Nenek yang setia mengantar dan menjemputnya. Bubur plastik seharga Rp. 50,- kesukaan Onny selalu nenek belikan setiap pulang sekolah. Hari-harinya semakin penuh dengan keceriaan. Karena di TK ia menemukan banyak teman, banyak mainan, dan guru-guru yang baik hati. Onny sangat sayang pada gurunya di TK. Beliau membimbingnya belajar dan bernyanyi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Onny tumbuh menjadi anak yang cerdas. Sehingga ketika masuk sekolah dasar pun Onny menjadi juara kelas. Semua guru Onny sayang padanya. Di samping itu juga merasa iba melihat Onny kecil yang kurang kasih sayang dari kedua ayah-ibunya. Senyuman yang tulus dari wajah Onny yang polos, dan juga keceriaan seorang bocah kecil yang seolah tanpa beban terkadang membuat mata para guru Onny berkaca-kaca.

Suatu hari, Onny kecil pada neneknya. Pertanyaan dari seorang bocah kecil yang polos sanggup membuat air mata sang nenek pecah tak tak terbendung.

“nek, apa ibu sayang Onny?”

“kenapa Onny bertanya seperti itu?”

“tadi teman Onny yang dapat juara 3 dapat hadiah dari ibunya, katanya ibunya sayang padanya”

“lalu…”

“kenapa Onny yang juara satu ga dapat hadiah dari ibu?”

Nenek memeluk Onny dan terisak. Onny mengerjapkan matanya. Sesekali ia mengeryitkan keningnya tak mengerti. Wajahnya benar-benar polos. Setelah dapat menata kata-kata, nenek berkata.

“ibu sangat sayang pada Onny. Kalau ibu di sini, ibu pasti kasih hadiah buat Onny”

“kenapa ibu pergi?”

“karena ibu sayang Onny”

“maksud nenek?”

“kalau ibu tidak pergi, Onny ga bisa sekolah. Karena ibu tidak punya uang”

“jadi ibu pergi untuk cari uang agar Onny bisa sekolah maksud nenek?”

“benar sayang”

Onny mengangguk-angguk meski sebenarnya ia masih menyimpan ribuan pertanyaan. Tapi ia tak tega melihat neneknya menangis.

Kini Onny bukan lagi seorang bocah kecil yang polos itu. Kini Onny sudah dewasa. Onny sudah bekerja. Dia benar-benar shock ketika membaca sms dari ibunya bahwa neneknya sedang kritis di rumah sakit. Tanpa berpikir panjang Onny bergegas pulang bersama supra – X sahabat setianya. Hari-hari dilaluinya dengan dzikir dan air mata. Di sela-sela deraian air mata, polisi menghubunginya agar keluarga Onny menjenguh Ayah Onny yang di penjara. Belum kering air mata Onny, sebuah sms dari sebuah BANK tempat Onny meminjam uang untuk supra-x nya, memberi peringatan pada Onny bahwa telah dua bulan Onny belum membayar tagihan motor. Onny benar-benar pusing dan hanya pasrah pada yang di atas.

Detik demi detik terus berjalan dan bahkan berlari. Nafas Onny memburu di setiap detiknya. Di depan mata Onny, sang nenek yang hebat, pahlawan Onny kecil menghembuskan nafasnya yang terakhir. Onny menjerit dan beristighfar. Onny tak percaya. Onny menangis sejadi-jadinya. Onny tau semua ini ketentuan illahi. Tapi dia tak kuasa menahan diri. Onny menangis dalam kelemasan. Onny tak sanggup menyangga dirinya ssendiri. Onny tak sanggup menelan makanan. Pandanganya kosong…

“oh nenek… Onny sayang nenek”, rintih hati Onny.

Bagai bunga-bunga yang kuncup

Bermekaranlah indah di taman

Menghias indah pengobat lara

Kupu-kupu berterbangan

Menari indah di antara bunga-bunga

Melati putih tampak berseri

Di antara warna-warni b unga yang mekar

Putihnya melambangkan kesucian

Kasih sayang dan ketululusan hati

Melati putih gambaran jiwa nenek

Nenekku… melatiku….

Yang akan tetap mekar berseri

Harum mewangi dalam sanubariku…

Do’aku selalu menyertaimu

Moga engkau menjadi haruman taman syurga…

Amin,……

By : Ynn Orycto

Jumat, 11 November 2011

CERPEN


JATUH CINTA



Semburat merah di senja sore menghias indah cakrawala. Menyaksikan Salsa dan Lutfan yang saling terdiam di teras rumah guru Bahasa Inggris mereka.



“Mas Lutfan! Kenapa sedari tadi kuperhatikan kok terdiam terus”, celetuk Salsa tiba-tiba.



“Ah gak apa-apa”, Lutfan tersenyum kemudian kembali menatap langit yang memerah.



Mereka pun terdiam kembali. Salsa semakin lekat memperhatikan Lutfan. Ada sesuatu yang aneh ia rasakan dalam hatinya. Tapi Salsa tak mengerti rasa apa itu. Manis, asam, pahit, asin atau apalah tak jelas... apakah ini rasa permen nano-nano? Ah bukan... nano-nano ga sampai ke hati dech.



“Sa, aku pamit ya...”.



“Pamit kemana, Mas?”



“Aku mau kuliah ke Malang. Nanti kalau kamu udah lulus SMA nyusul ke sana ya...”



Salsa merasakan sesak dalam dadanya. Entalah kenapa bisa begitu. Kini Salsa yang terdiam. Lutfan pun meraih tangan Salsa dan menggenggamnya erat. Salsa teringat lima hari yang lalu ketika jalan-jalan ke Jogja. Di jalan Raya dekat Malioboro, saat itu hujan deras. Lutfan menuntun tangan Salsa erat sekali. Seolah khawatir terjadi sesuatu pada Salsa. Yach... barangkali Lutfan menyayangi Salsa seperti adhiknya sendiri. Namun semakin erat genggaman lutfan, semakin bergemuruh dada Salsa. Apakah ini perasaan seorang adhik yang tak ingin di tinggalkan oleh kakaknya? Entahlah... mungkin seperti itu. Lutfan pun melepas tangan Salsa dan menghilang dengan Supra-X nya.. sedang Salsa hanya bisa memandang kepergian Lutfan dengan tatapan hampa. Tanpa ia sadari, bulir-bulir hangat air mata mengalir di pipinya.



Waktu begitu cepat berlalu. Dua tahun sudah ia merasakan kehilangan seorang Lutfan. Dan sedikit pun ia tak mampu menghindar dari bayangan Lutfan. Kini Salsa telah lulus dari bangku SMA. Ia sangat berharap bisa menyusul Lutfan ke Malang. Namun pada kenyataannya ia tak mendapatkan izin dari keluarganya untuk kuliah di malang. Dan kampus terdektlah yang jadi pilihan dari pada tidak kuliah. Salsa bukan gadis pendiam, dia adalah seorang gadis periang. Tetapi anehnya, dia tidak pandai bergaul. Dia habiskan waktunya dalam kesendirian. Dia habiskan waktu malamnya untuk bercerita bersama bintang-bintang di langit seolah bintang-bintang itu bernyawa dan mengerti perkataannya. Dan termenung di tepi pantai seusai sholat shubuh adalah aktivitasnya sehari-hari. Entah berapa puluh pucuk surat yang telah ia tulis selama ia berada di tepi pantai. Dan surat-surat itu ia tulis hanya untuk di lempar ke lautan. Sungguh gadis yang aneh.



Enam tahun telah berlalu. Kini Salsa telah memasuki dunia kerja. Umur Salsa 24 tahun. Teman-teman Salsa sudah banyak yang menikah. Tetapi Salsa seolah tak tertarik untuk segera menikah. Banyak orang bertanya. Apa yang kau tunggu? Bahkan ibu Salsa sendiri pun seperti itu… hanya senyuman yang Salsa berikan untuk menanggapi semua pertanyaan itu. Namun tak dapat dipungkiri kalau ada sesuatu yang memenuhi ruang dadanya, yang sesuatu itu ia simpan sejak 6 tahun yang lalu.



Hari-hari yang menjemukan... di tempat kerja Salsa iseng-iseng membuka facebook. Kali aja ada yang online. Bisa buat hiburan. Tapi ternyata sedikit sekali yang online. Beberapa kali dia update status. Tak ada komentar... semua terasa membosankan. Dan entah ada dorongan apa, tiba-tiba jari-jemarinya mengarahkan kursor ke pencarian. Kemudian ia mengetik nama LUTFAN... dan mucul beberapa nama Lutfan dengan berbagai jenis foto. Dan ada satu Foto yang sempat membuat matanya melotot. Dan mungkin kalau saja tidak terhalang oleh kacamata, bola mata itu sudah melompat dari tempatnya... terang saja dia kaget. Dia adalah Lutfan yang enam tahun yang lalu sempat membakar jiwanya, yang selama enam tahun dia merinduinya. Namun dia tak tau dimana rimbanya. Dia juga tidak tau bagaimana perasaan Lutfan padanya. Dan mungkin saja Lutfan sudah melupakannya. Dia add nama itu. Dan degh.... ini sangat suprised baginya. Lutfan confirm dia dalam waktu yang tidak lama. Salsa share sebuah kalimat singkat di dinding FB Lutfan. “BERMIMPI DI BAWAH MATAHARI”. Kalimat itu bukan hanya sekedar kata-kata biasa bagi Salsa. Akan tetapi memiliki makna yang sangat dalam. Salsa akan terus berharap dan terus berharap selama matahari masih bersinar. Salsa tak akan pernah jera menunggunya. Meski Lutfan tak pernah tau tentang perasaannya selama ini. Tetapi ia pun tak ingin mengungkapkan perasaannya pada Lutfan. Karena dia ingin Lutfan mencintainya secara alami. Bukan karena rasa kasihan atau apapun...



Akan tetapi Lutfan justru tertawa membacanya. Menurut Lutfan, maksud dari kalimat itu adalah tidur di siang bolong. Dan Salsa tidak peduli dengan apa yang dikatakan Lutfan. Mendapat komentar dari Lutfan saja, dia sudah sangat bahagia. Dia tersenyum luar biasa. Apapun komentarnya. Dan kini, tiada hari bagi Salsa tanpa membuka FB. Oh God... tolong Salsa....



Upss... kini jantung Salsa yang mau copot ketika baru saja melihat Lutfan update status dengan menuliskan dua kata. Ya... hanya dua kata. Dan bagi Salsa kata-kata itu benar-benar menusuk-nusuk jantung Salsa... namun Salsa berusaha untuk bersikap biasa saja dengan kata-kata itu. Dimana dua kata itu adalah “JATUH CINTA”.



“What????? Jatuh cinta? Apakah Lutfan sedang jatuh cinta? Sama siapa?”, jantung Salsa sungguh berdebar-debar. Setelah dapat menguasai diri, Salsa memberi komentar dengan pura-pura bodoh.



gmn sich rasanya jatuh cinta?”



“lbh complicated dari pada dicintai”



“dah pernah ngrasain taw? Ha.. ha…”



“hem-eh”



Oh God… ternyata Lutfan sedang jatuh cinta. Tapi sama siapa? Salsa sedikit shock dengan kenyataan ini. Benar… jatuh cinta itu lebih complicated dari pada dicintai. Andai saja Lutfan tau. Bagaimana perasaan Salsa selama enam tahun ini? Dia telah jatuh cinta selama enam tahun. Dan saat ini pun dia masih merasa bahwa dia sedang jatuh cinta. Sedang orang yang Salsa cintai selama itu sama sekali tidak mengerti perasaan Salsa. Oh God… apa yang harus Salsa lakukan?



Duniaku…



Bolehkah aku bertanya tentang apa itu cinta



Seperti apa wujud cinta



Banyak yang bilang



Cinta adalah anugrah dari Tuhan



Dan akupun sering bilang



Bahwa cinta sejatiku hanya untuk Tuhanku



Tetapi duniaku……



Salahkah diri ini



Jika aku mengagumi makhlukNya



Keindahan ciptaanNya



Layaknya Zulaikha mencintai Yusuf



Tetapi mungkin ini berbeda cerita



Zulaikha memiliki segalanya



Sedang aku tidak



Akupun tak berani merayu



Seperti Zulaikha merayu Yusuf



Yusuf tau bahwa Zulaikha mencintainya



Sedang dia sama sekali tiada pernah tau



Bahwa enam tahun sudah aku merindunya



Tuhan telah berkehendak Yusuf menjadi pendamping Zulaikha



Sedang aku tiada tau kehendak Tuhan terhadap cintaku



Oh Allah….



Maafkan bila aku telah keliru atas perasan ini…



Aku serahkan semua ini padaMu



Karena Engkau sang pemilik cinta…



Senin, 12 September 2011

KISAH KASIH BENALU

Betapapun indah negara orang akan lebih indah tanah kelahiran... semanis apapungula atau jajanan di pasaran tak lebih manis dari madu. oohh ibuku... dan madu itu adalah senyummu. aku mulai lelah jika harus selalu jauh dengan ibu...
aku rindu belaian ibu... barangkali orang melihatku sangat beruntung, dan bahkan mungkin ibu melihatku sebagai orang yang yang beruntung bisa menumpang gratis, tinggal bersama orang-orang yang baik hati. ya aku memang beruntung... tapi keberuntungan belum tentu membuat hatiku nyaman dan bahagia. apa yang terlihat ole mata, terkadang tak sama dengan apa yang dirasa oleh hati.. aku lebih nyaman hidup seadanya, makan hasil keringatku sendiri... tapi kini aku bisa apa? jerit batin Kasih yang harus hidup menumpang di rumah orang kaya untuk bisa tetap bekerja di sebuah lembaga pendidikan sebagai guru swasta. dulu, pada saat wisuda, hati bermekaran seperti bunga-bunga di musim semi. mengingat sebentar lagi dia akan pulang, berkumpul dengan ibunya. tapi kenyataannya Allah berkata lain. di sekitar rumahnya sulit sekali mencari pekerjaan. sebenarnya ada pekerjaan. di desa kasih berdiri sebuah perusahaan milik orang cina. perusahaan itu merekrut orang-orang sekitar lulusan SMA. tentu saja posisi yang diberikan tidak bagus. Kasih berniat untuk memasukkan lamaran ke situ menggunakan ijasah SMA nya daripada tidak bekerja. namun sang ibu menolak keras. ibunya malu, anaknya yang susah payah di sekolahkan sampai mendapat gelar S1 bekerja rendahan seperti itu. Kasih mundur dengan niatnya. walaupun sebenarnaya hati Kasih berkata lain. bagi Kasih, apalah artinya S1 kalau tidak bekerja? justru Kasih lebih malu kalau harus menganggur. apa bedanya dengan orang yang tidak sekolah? tapi sebenarnya memang Kasih tidak suka bekerja disitu. karena bagi kasih, kedatangan orang-orang cina itu hanya akan mencemari udara yang segar di desa kasih. karena tentu saja cerobong asap itu akan mengeluarkan polusi yang akan mengganggu kesehatan masyarakat. setinggi apapun cerobong asap itu di buat tetap akan berpengaruh. tapi Kasih bisa apa? Bupatinya saja sudah mengizinkan. kini Kasih hanya bisa terima kenyataan bahwa semua ini telah terjadi, dan berfikiruntuk menentukan langkah. arah mana yang hendak di tuju.
"Kasih, ga usah bingung. lebih baik kamu kembali ke kota saja. kamu bisa bekerja sebagai guru les seperti pada waktu kuliah, atau pekerjaan apa sajalah yang bisa kau kerjakan. setidaknya kita tidak malu pada tetangga kanan kiri seandainya engkau nganggur. tunjukkan pada mereka kalu kau itu sarjana yang bisa dengan mudah mencari pekerjaan. apapun pekerjaanmu, kalau dikota, tetangga tidak tau. biar mereka itu tidak terus menghina kita yang miskin", saran ibunya pada suatu hari. "tapi Kasih mau bekerja apa, bu?", Kasih semakin bingung.
"ya apa sajalah... yang penting halal".
"apa bedanya, bu dengan bekerja di perusahaan orang cina itu? kan Kasih bisa dekat dengan ibu"
"ibu tetap tidak setuju"
"ibu ga ingin to hidup bersama Kasih?"
"ya ingin. tapi ini semua demi nama baik keluarga kita? ibu sudah capek di hina terus sama tetangga"
"tapi sebenarnya kita ga rugi kan bu kalau mereka menghina kita? malah mereka sendiri yang rugi. kann mereka berdosa"
"sudahlah! jangan membantah ibu terus",
tampaknya ibu Kasih sudah mulai kesal. Kasih pun hanya bisa menurut saja. dengan hati bimbang, kasih bersiap-siap mengemasi bajunya untuk pergi ke kota. ia selalu yakin bah ridho Allah ada pada ridho orang tua. apalagi ibunya adalah orang yang paling ia sayangi. Kasih tak ingin menmecewakan hati ibunya. Dengan uang yang tak seberapa, Kasih mencari tempat kos yang relatif murah. Ternyata dia menemukan orang tua kos yang baik hati. Dan mungkin ini memang sudah menjadi skenario Allah. Bapak kos yang baik hati itu adalah Pak Buhan, salah seorang dari pendiri sebuah Lembaga pendidikan swasta. Dari pak Burhan kasih mendapat info lowongan pekerjaan. Kasih pun memasukinya. bersamaan dengan itu, Ibu kos Kasih meminta Kasih untuk tinggal bersamanya. tidak di kos dan bebas biaya kos dengan syarat ya harus bantu-bantu. Kasih yang belum punya cukup uang nurut saja. tapi perasaan tidak nyaman kemudian hinggap dalam dirinya. kemanapun melangkah, Kasih merasa tidak tenang. takut ibu kos nya kurang suka kalau dia jarang di rumah, takut pekerjaannya ga bener, dsb. lama-kelamaan dia merasa sebagai benalu di rumah itu. belum lagi kalau di rumah ada masalah. dia harus sering pulang. lalu kalau dia sering pulang, pekerjaan di rumah ibu kosnya berantakan. perasaan bersalah pada ibu kosnya membuatnya terjerat dengan perasaan tidak nyamannya. "oh Ibu... Kasih ingin pulang.... Kasih tidak tahan... Kasih tidak mau menjadi benalu". batin Kasih terus berteriak...

Jumat, 09 September 2011

TERSENYUMLAH PADA DUNIA

Narator : di sebuah kota kecil, kota Pacitan, hiduplah seorang putri yang sangat cantik dan cerdas. Dia adalah seorang putri dari tokoh masyarakat yang sangat di segani. Namun, ia memiliki perangai yang sangat buruk. Egois, pemarah, pemalas, dan kasar. Pada suatu hari, sang ayah melihat putri tidak mau berangkat ke sekolah.

Ayah : putriku, kenapa tidak berangkat ke sekolah?

Putri : tidak mau!

Bunda : kenapa tidak mau, putriku? Sekolah itu penting.

Putri : sekali tidak… ya TIDAK! Putri benci bertemu teman-teman! Putri ingin sendiri!

Narator : sang Bunda menangis sedih. Melihat tingkah putrinya.

Pada suatu hari, Putri sedang membaca buku di bawah sebuah pohon besar. Satria, teman Putri, menyapanya.

Satria : hai, Putri. Kita main bersama yuk!

Putri : tidak mau!

Satria : kenapa?

Putri : bukan urusan kamu! Pergi sana!

Narator : Satria pun pergi meninggalkan Putri sendirian.

Pada suatu malam, Putri bermimpi sangat buruk. Ia menemukan dirinya berada di sebuah hutan belantara. Ia sama sekali tidak tau jalan keluar. Ia menangis sejadi-jadinya. Tiba-tiba ia melihat Satria tertawa terbahak-bahak di sekitarnya. Putri mamanggilnya, minta tolong untuk ditunjukkan jalan keluar. Namun Satria sama sekali tidak menghiraukannya.

Bunda : ada apa putriku?

Narrator : sang bunda sangat khawatir dengan putrinya.

Ketika Putri membuka matanya, ia menemukan dirinya masih berada di tempat tidur. Ia hanya menangis terisak dan memeluk sang bunda.

Putri : maafkan Putri, Bunda.

(Lirik lagu “wahai ayah dan ibu”)

Narator : pagi yang indah. Seorang Putri cantik dengan seragam biru putihnya dan jilbab putih menutup kepalanya, tengah tersenyum di depan Sekolah Menengah Islam Terpadu. Satria pun tercengang melihatnya. Benarkah itu Putri yang selama ini ia kenal?

Putri : Satria… maafin aku. (putri tertunduk)

Satria : iya, Putri. (tersenyum tulus)

Putri : benar kau memaafkanku? Sungguh.. aku tidak menyangka kau bisa memaafkanku. (tersenyum sangat bahagia)

Guru : setiap manusia pasti punya kesalahan, tapi hanya yang pemberani yang mau mengakui. Seperti kamu, Putri. Aku bangga padamu.

Putri : terimakasih, bu. Dan putri bersyukur punya teman seperti Satria yang berhati mulia yang bisa memaafkan kesalahan Putri.

Guru : iya, Ibu juga bangga pada Satria. Karena setiap manusia pasti punya sakit hati. Tapi hanya yang berjiwa satria yang mampu memaafkan. Sebagaimana yang dilakukan Satria. Jadi kita hidup di Dunia ini harus saling memaafkan, mengasihi dan tolong menolong. Karena manusia adalah makhluk sosial yang tak bisa hidup sendiri. Dan ingat, kita sebagai umat islam harus saling menyayangi, karena Allah, Tuhan kita itu maha Penyayang.

Putri & Satria : (mengangguk-angguk)

Guru : baiklah anak-anak. Sekarang sudah jam 7. Ayo kita masuk kelas dulu

Narrator : mereka pun masuk kelas. Sepulang dari sekolah, Putri baru menyadari betapa pentingnya sekolah.

Putri : Satria, aku baru sadar kalau ternyata sekolah itu penting.

Satria : iya, Putri. Sekolah memang sangat penting. Karena pintar dan cerdas saja tidak cukup. Di sekolah, guru kita selalu mengajari kita menjadi generasi penerus bangsa yang bermoral. Tidak cukup hanya memikirkan dunia saja. tapi juga akherat.

Putri : iya bnar, Satria. Dulu aku begitu sombong. Merasa paling pintar dan tidak butuh sekolah. Dan aku angkuh tak mau tersenyum pada siapa pun. Dan sekarang…..

(Putri berteriak) wahai dunia! Lihat! Aku tersenyum padamu!

Satria : iya, Putri! Tersenyumlah pada dunia.

Narator : hari ini adalah hari yang paling bermakna dalam hidup Putri. Putri bisa tersenyum pada dunia. Ternyata tersenyum jauh lebih indah. Tersenyumlah pada dunia.