Selasa, 29 November 2011

MELATIKU, HARUMAN TAMAN SYURGA


Ketika itu, usia Onny sekitar 4 tahun. Pada suatu malam yang sunyi. Hanya ada suara jangkrik memecah keheningan malam. Onny dan kakaknya asyik bermain boneka yang di belikan ibunya dua minggu yang lalu. Sesekali nenek tersenyum melihat keasyikan mereka bermain sambil membuat anyaman tikar. Nenek Onny sangat terampil membuat anyaman tikar. Hasilnya sangat rapi. Banyak orang sekitar yang memesan tikar pada nenek. Wajah-wajah mereka yang polos, senyum mereka yang tulus, canda dan tawa mereka yang ceria meski jauh dari ayah ibunya, yang memotivasi nenek untuk bekerja keras membuat anyaman tikar dari daun pandan. Iya, wajah ayah dan ibunya nyaris tak pernah Onny lihat semasa Onny kecil. Karena ayah ibu Onny selalu pergi dan pergi lagi keluar kota untuk bisa mempertahankan hidup anak-anaknya. Kalau toh mereka pulang, Onny tak sempat melihat wajah mereka. Karena mereka pulang ketika Onny telah terlelap. Dan pergi lagi ketika dini hari. Bagi Onny, nenek dan kakek Onny adalah orang tuanya. Nenek yang yang hebat, yang hari-harinya bergelut dengan duri-duri daun pandan. Yang terkadang duri-duri itu menyayat kulitnya yang tipis dan kering. Namun sama sekali tidak ia rasakan. Kakek yang perkasa yang hari-hari bersahabat dengan pohon kelapa. Tingginya pohon kelapa adalah kebanggaannya ketiaka ia berada di puncaknya. Dengan penuh semangat, kakek memetik butir-butir buah kelapa.

Onny kecil tumbuh menjadi anak periang. Hari-harinya penuh dengan keceriaan. Kaki-kakinya yang kecil mungil telah dilatih oleh neneknya untuk berjalan jauh, berliku dan menanjak menuju kebun cengkih sang nenek. Sesekali Onny kecapekan, nenek menggendongnya. Terkadang juga kakek yang menggendongnya. Sesampai di kebun cengkih, kakek dan nenek mengajarinya memanjat pohon-pohon cengkih itu. Pohon-pohon cengkih yang masih kecil dipanjat Onny. Kadang-kadang nenek dan kakek menangkap laba-laba untuk dijadikan mainan. Onny sangat asyik bermain laba-laba. Kakek dan nenek yang kreatif juga membuatkan Onny tangga dan menata papan kayu di sebuah pohon cengkih yang besar dan rimbun. Onny pun memanjatnya dan bermain di situ hingga akhirnya Onny terlelap di atas pohon cengkih besar itu.

Umur lima tahun, Onny kecil masuk TK. Nenek yang setia mengantar dan menjemputnya. Bubur plastik seharga Rp. 50,- kesukaan Onny selalu nenek belikan setiap pulang sekolah. Hari-harinya semakin penuh dengan keceriaan. Karena di TK ia menemukan banyak teman, banyak mainan, dan guru-guru yang baik hati. Onny sangat sayang pada gurunya di TK. Beliau membimbingnya belajar dan bernyanyi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Onny tumbuh menjadi anak yang cerdas. Sehingga ketika masuk sekolah dasar pun Onny menjadi juara kelas. Semua guru Onny sayang padanya. Di samping itu juga merasa iba melihat Onny kecil yang kurang kasih sayang dari kedua ayah-ibunya. Senyuman yang tulus dari wajah Onny yang polos, dan juga keceriaan seorang bocah kecil yang seolah tanpa beban terkadang membuat mata para guru Onny berkaca-kaca.

Suatu hari, Onny kecil pada neneknya. Pertanyaan dari seorang bocah kecil yang polos sanggup membuat air mata sang nenek pecah tak tak terbendung.

“nek, apa ibu sayang Onny?”

“kenapa Onny bertanya seperti itu?”

“tadi teman Onny yang dapat juara 3 dapat hadiah dari ibunya, katanya ibunya sayang padanya”

“lalu…”

“kenapa Onny yang juara satu ga dapat hadiah dari ibu?”

Nenek memeluk Onny dan terisak. Onny mengerjapkan matanya. Sesekali ia mengeryitkan keningnya tak mengerti. Wajahnya benar-benar polos. Setelah dapat menata kata-kata, nenek berkata.

“ibu sangat sayang pada Onny. Kalau ibu di sini, ibu pasti kasih hadiah buat Onny”

“kenapa ibu pergi?”

“karena ibu sayang Onny”

“maksud nenek?”

“kalau ibu tidak pergi, Onny ga bisa sekolah. Karena ibu tidak punya uang”

“jadi ibu pergi untuk cari uang agar Onny bisa sekolah maksud nenek?”

“benar sayang”

Onny mengangguk-angguk meski sebenarnya ia masih menyimpan ribuan pertanyaan. Tapi ia tak tega melihat neneknya menangis.

Kini Onny bukan lagi seorang bocah kecil yang polos itu. Kini Onny sudah dewasa. Onny sudah bekerja. Dia benar-benar shock ketika membaca sms dari ibunya bahwa neneknya sedang kritis di rumah sakit. Tanpa berpikir panjang Onny bergegas pulang bersama supra – X sahabat setianya. Hari-hari dilaluinya dengan dzikir dan air mata. Di sela-sela deraian air mata, polisi menghubunginya agar keluarga Onny menjenguh Ayah Onny yang di penjara. Belum kering air mata Onny, sebuah sms dari sebuah BANK tempat Onny meminjam uang untuk supra-x nya, memberi peringatan pada Onny bahwa telah dua bulan Onny belum membayar tagihan motor. Onny benar-benar pusing dan hanya pasrah pada yang di atas.

Detik demi detik terus berjalan dan bahkan berlari. Nafas Onny memburu di setiap detiknya. Di depan mata Onny, sang nenek yang hebat, pahlawan Onny kecil menghembuskan nafasnya yang terakhir. Onny menjerit dan beristighfar. Onny tak percaya. Onny menangis sejadi-jadinya. Onny tau semua ini ketentuan illahi. Tapi dia tak kuasa menahan diri. Onny menangis dalam kelemasan. Onny tak sanggup menyangga dirinya ssendiri. Onny tak sanggup menelan makanan. Pandanganya kosong…

“oh nenek… Onny sayang nenek”, rintih hati Onny.

Bagai bunga-bunga yang kuncup

Bermekaranlah indah di taman

Menghias indah pengobat lara

Kupu-kupu berterbangan

Menari indah di antara bunga-bunga

Melati putih tampak berseri

Di antara warna-warni b unga yang mekar

Putihnya melambangkan kesucian

Kasih sayang dan ketululusan hati

Melati putih gambaran jiwa nenek

Nenekku… melatiku….

Yang akan tetap mekar berseri

Harum mewangi dalam sanubariku…

Do’aku selalu menyertaimu

Moga engkau menjadi haruman taman syurga…

Amin,……

By : Ynn Orycto

Jumat, 11 November 2011

CERPEN


JATUH CINTA



Semburat merah di senja sore menghias indah cakrawala. Menyaksikan Salsa dan Lutfan yang saling terdiam di teras rumah guru Bahasa Inggris mereka.



“Mas Lutfan! Kenapa sedari tadi kuperhatikan kok terdiam terus”, celetuk Salsa tiba-tiba.



“Ah gak apa-apa”, Lutfan tersenyum kemudian kembali menatap langit yang memerah.



Mereka pun terdiam kembali. Salsa semakin lekat memperhatikan Lutfan. Ada sesuatu yang aneh ia rasakan dalam hatinya. Tapi Salsa tak mengerti rasa apa itu. Manis, asam, pahit, asin atau apalah tak jelas... apakah ini rasa permen nano-nano? Ah bukan... nano-nano ga sampai ke hati dech.



“Sa, aku pamit ya...”.



“Pamit kemana, Mas?”



“Aku mau kuliah ke Malang. Nanti kalau kamu udah lulus SMA nyusul ke sana ya...”



Salsa merasakan sesak dalam dadanya. Entalah kenapa bisa begitu. Kini Salsa yang terdiam. Lutfan pun meraih tangan Salsa dan menggenggamnya erat. Salsa teringat lima hari yang lalu ketika jalan-jalan ke Jogja. Di jalan Raya dekat Malioboro, saat itu hujan deras. Lutfan menuntun tangan Salsa erat sekali. Seolah khawatir terjadi sesuatu pada Salsa. Yach... barangkali Lutfan menyayangi Salsa seperti adhiknya sendiri. Namun semakin erat genggaman lutfan, semakin bergemuruh dada Salsa. Apakah ini perasaan seorang adhik yang tak ingin di tinggalkan oleh kakaknya? Entahlah... mungkin seperti itu. Lutfan pun melepas tangan Salsa dan menghilang dengan Supra-X nya.. sedang Salsa hanya bisa memandang kepergian Lutfan dengan tatapan hampa. Tanpa ia sadari, bulir-bulir hangat air mata mengalir di pipinya.



Waktu begitu cepat berlalu. Dua tahun sudah ia merasakan kehilangan seorang Lutfan. Dan sedikit pun ia tak mampu menghindar dari bayangan Lutfan. Kini Salsa telah lulus dari bangku SMA. Ia sangat berharap bisa menyusul Lutfan ke Malang. Namun pada kenyataannya ia tak mendapatkan izin dari keluarganya untuk kuliah di malang. Dan kampus terdektlah yang jadi pilihan dari pada tidak kuliah. Salsa bukan gadis pendiam, dia adalah seorang gadis periang. Tetapi anehnya, dia tidak pandai bergaul. Dia habiskan waktunya dalam kesendirian. Dia habiskan waktu malamnya untuk bercerita bersama bintang-bintang di langit seolah bintang-bintang itu bernyawa dan mengerti perkataannya. Dan termenung di tepi pantai seusai sholat shubuh adalah aktivitasnya sehari-hari. Entah berapa puluh pucuk surat yang telah ia tulis selama ia berada di tepi pantai. Dan surat-surat itu ia tulis hanya untuk di lempar ke lautan. Sungguh gadis yang aneh.



Enam tahun telah berlalu. Kini Salsa telah memasuki dunia kerja. Umur Salsa 24 tahun. Teman-teman Salsa sudah banyak yang menikah. Tetapi Salsa seolah tak tertarik untuk segera menikah. Banyak orang bertanya. Apa yang kau tunggu? Bahkan ibu Salsa sendiri pun seperti itu… hanya senyuman yang Salsa berikan untuk menanggapi semua pertanyaan itu. Namun tak dapat dipungkiri kalau ada sesuatu yang memenuhi ruang dadanya, yang sesuatu itu ia simpan sejak 6 tahun yang lalu.



Hari-hari yang menjemukan... di tempat kerja Salsa iseng-iseng membuka facebook. Kali aja ada yang online. Bisa buat hiburan. Tapi ternyata sedikit sekali yang online. Beberapa kali dia update status. Tak ada komentar... semua terasa membosankan. Dan entah ada dorongan apa, tiba-tiba jari-jemarinya mengarahkan kursor ke pencarian. Kemudian ia mengetik nama LUTFAN... dan mucul beberapa nama Lutfan dengan berbagai jenis foto. Dan ada satu Foto yang sempat membuat matanya melotot. Dan mungkin kalau saja tidak terhalang oleh kacamata, bola mata itu sudah melompat dari tempatnya... terang saja dia kaget. Dia adalah Lutfan yang enam tahun yang lalu sempat membakar jiwanya, yang selama enam tahun dia merinduinya. Namun dia tak tau dimana rimbanya. Dia juga tidak tau bagaimana perasaan Lutfan padanya. Dan mungkin saja Lutfan sudah melupakannya. Dia add nama itu. Dan degh.... ini sangat suprised baginya. Lutfan confirm dia dalam waktu yang tidak lama. Salsa share sebuah kalimat singkat di dinding FB Lutfan. “BERMIMPI DI BAWAH MATAHARI”. Kalimat itu bukan hanya sekedar kata-kata biasa bagi Salsa. Akan tetapi memiliki makna yang sangat dalam. Salsa akan terus berharap dan terus berharap selama matahari masih bersinar. Salsa tak akan pernah jera menunggunya. Meski Lutfan tak pernah tau tentang perasaannya selama ini. Tetapi ia pun tak ingin mengungkapkan perasaannya pada Lutfan. Karena dia ingin Lutfan mencintainya secara alami. Bukan karena rasa kasihan atau apapun...



Akan tetapi Lutfan justru tertawa membacanya. Menurut Lutfan, maksud dari kalimat itu adalah tidur di siang bolong. Dan Salsa tidak peduli dengan apa yang dikatakan Lutfan. Mendapat komentar dari Lutfan saja, dia sudah sangat bahagia. Dia tersenyum luar biasa. Apapun komentarnya. Dan kini, tiada hari bagi Salsa tanpa membuka FB. Oh God... tolong Salsa....



Upss... kini jantung Salsa yang mau copot ketika baru saja melihat Lutfan update status dengan menuliskan dua kata. Ya... hanya dua kata. Dan bagi Salsa kata-kata itu benar-benar menusuk-nusuk jantung Salsa... namun Salsa berusaha untuk bersikap biasa saja dengan kata-kata itu. Dimana dua kata itu adalah “JATUH CINTA”.



“What????? Jatuh cinta? Apakah Lutfan sedang jatuh cinta? Sama siapa?”, jantung Salsa sungguh berdebar-debar. Setelah dapat menguasai diri, Salsa memberi komentar dengan pura-pura bodoh.



gmn sich rasanya jatuh cinta?”



“lbh complicated dari pada dicintai”



“dah pernah ngrasain taw? Ha.. ha…”



“hem-eh”



Oh God… ternyata Lutfan sedang jatuh cinta. Tapi sama siapa? Salsa sedikit shock dengan kenyataan ini. Benar… jatuh cinta itu lebih complicated dari pada dicintai. Andai saja Lutfan tau. Bagaimana perasaan Salsa selama enam tahun ini? Dia telah jatuh cinta selama enam tahun. Dan saat ini pun dia masih merasa bahwa dia sedang jatuh cinta. Sedang orang yang Salsa cintai selama itu sama sekali tidak mengerti perasaan Salsa. Oh God… apa yang harus Salsa lakukan?



Duniaku…



Bolehkah aku bertanya tentang apa itu cinta



Seperti apa wujud cinta



Banyak yang bilang



Cinta adalah anugrah dari Tuhan



Dan akupun sering bilang



Bahwa cinta sejatiku hanya untuk Tuhanku



Tetapi duniaku……



Salahkah diri ini



Jika aku mengagumi makhlukNya



Keindahan ciptaanNya



Layaknya Zulaikha mencintai Yusuf



Tetapi mungkin ini berbeda cerita



Zulaikha memiliki segalanya



Sedang aku tidak



Akupun tak berani merayu



Seperti Zulaikha merayu Yusuf



Yusuf tau bahwa Zulaikha mencintainya



Sedang dia sama sekali tiada pernah tau



Bahwa enam tahun sudah aku merindunya



Tuhan telah berkehendak Yusuf menjadi pendamping Zulaikha



Sedang aku tiada tau kehendak Tuhan terhadap cintaku



Oh Allah….



Maafkan bila aku telah keliru atas perasan ini…



Aku serahkan semua ini padaMu



Karena Engkau sang pemilik cinta…